Beranda | Artikel
Memberikan Hibah Yang Lebih Kepada Anak Yang Berbakti
Selasa, 1 April 2014

Memberi Jatah Waris Lebih Banyak kepada Anak karena Berbakti

Tanya:

Salam,
Misalnya, ada sebuah keluarga dg ilustrasi berikut:
Pak Danang memiliki 3 anak laki-laki dan 2 anak perempuan. Mereka semua telah berkeluarga dan tinggal di luar, kecuali si Adi anak bungsu yang menetap di rumah dan membantu menggarap sawah bersama Pak Danang.

Bolehkah Pak Danang memberikan jatah warisan yang lebih kepada Adi, sebagai ganti dari kerja kerasnya membantu orang tua dalam menggarap sawah?

Jawab:

Salam,
Alhamdulillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,

Pertama, perpindahan harta orang tua kepada anak ada 3 macam:

1. Warisan

Perpindahan harta dalam bentuk warisan baru berlaku setelah orang tua meninggal, dan itu harus sesuai petunjuk baku yang telah Allah tetapkan dalam Al-Quran tentang aturan pembagian warisan.

2. Nafkah

Nafkah pemberian orang tua untuk memenuhi kebutuhan pokok anak, dan ini menjadi kewajiban orang tua. Karena nafkah ini diberikan dalam rangka memenuhi kebutuhan pokok anak, maka kadar nafkah yang diberikan kepada masing-masing anak, boleh berbeda. Tertu saja bersadarkan kebutuhannya. Misalnya, anak yang kuliah akan membutuhkan jatah nafkah lebih banyak dibandingkan anak yg baru sekolah TK. Anak yang sakit-sakitan diberi nafkah lebih banyak utk biaya perawatan dibandingkan anak yang sehat, dst.

Dan anak yang mendapatkan nafkah lebih sedikit, tidak boleh nuntut org tuanya, untuk mendapatkan kompensasi. Misalnya ada salah satu anak jatuh sakit dan menghabiskan biaya perawatan ratusan juta. Setelah dewasa, anak yang lain tidak boleh nuntut, jatah warisan anak yang pernah sakit harus diberikan kepada anak yang sehat. Karena ini bagian dari nafkah.

3. Hibah

Hibah adalah pemberian orang tua kepada anak di luar kebutuhan pokok anak yang menjadi tanggungan orang tua. Untuk pemberian ketiga ini, orang tua wajib adil kepada semua anaknya, sama rata antara laki-laki dan perempuan, menurut pendapat yang kuat. Dalilnya adalah hadis An-Nu’man bin Basyir.
Nu’man pernah menceritakan bahwa ayahnya, yaitu Basyir, pernah datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan melaporkan, “Saya telah memberi seorang budak kepada anakku ini (yaitu Nu’man).” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya,

أعطيت سائر ولدك مثل هذا؟

“Apakah kamu juga memberikan kepada anakmu yang lain seperti yang kamu berikan kepadanya?”
Basyir menjawab: “Tidak.”

Mendengar jawaban ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menasehatkan,

فاتقوا الله واعدلوا بين أولادكم

“Bertaqwalah kepada Allah dan bersikaplah adil kepada anak-anakmu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
[simak Syarh Riyadhus Shalihin, Ibn Utsaimin, 6/535 – 536]

Bagaimana solusi untuk kasus di atas?

Berikut keterangan Dr. Sa’d Al-Khatslan, ketika beliau ditanya,

“Bolehkah salah satu ahli waris mendapatkan pemberian yang lebih, sebagai ganti dari kerja keras yang dia lakukan?”

Beliau menjawab:

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله، وبعد:
فلا يخلو أن يكون الورثة –المشار إليهم في السؤال- أولاداً أو غير أولاد، أما إن كانوا غير أولاد، كأن يكونوا إخوة مثلاً فله أن يخصَّ بعضهم بهبة أو عطية أو هدية أو غير ذلك؛ لأنه لا يجب العدل بينهم.

Alhamdulillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Ahli waris – seperti yang ditunjukkan dalam pertanyaan – ada dua kemungkinan: anak atau selain anak, seperti saudara. Jika dia saudara maka orang yang hendak meninggal, boleh memberikan hibah, hadiah atau harta apapun kepada salah satu saudaranya. Karena tidak ada kewajiban adil diantara mereka.

أما إذا كان الورثة هم أولاده فلا يجوز تخصيص بعضهم بهبة أو عطية؛ لقول النبي –صلى الله عليه وسلم- لوالد النعمان بن بشير لما أراد أبوه أن يخصه بهبة: “أعطيت سائر ولدك مثل هذا؟” قال: لا. قال: “فاتقوا الله واعدلوا بين أولادكم”، … صحيح البخاري (2586)، وصحيح مسلم (1623)، وصحيح حبان (5106)، وغيرهم.

Namun jika ahli waris tersebut adalah anak, maka orang tua tidak boleh memberikan hibah kepada salah satu anak, tanpa yang lain. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada ayahnya Nu’man, ketika ayahnya hendak memberikan hibah khusus untuk Nu’man, “Apakah kamu memberikan semua anakmu seperti ini?” “Tidak.”, Jawab Basyir. Kemudian nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ” Bertaqwalah kepada Allah dan bersikaplah adil kepada anak-anakmu.” (HR. Bukhari 2586, Muslim 1623, Ibn Hibban 5106, dan yang lainnya).

Beliau kemudian memberi solusi:

أما إذا كان بعض أولاده يعمل مع والده فإن هذا لا يقتضي تخصيصه، وإنما يعامل معاملة الأجنبي تماماً، فيعطيه ما يعطي الأجنبي من أجرة المثل لو قام بمثل عمله من غير محاباة. والله أعلم.

Dan jika ada anak yang membantu orang tuanya bekerja, ini tidaklah menyebabkan dia boleh dikhususkan untuk mendapatkan hibah dari orang tua. Namun dia diperlakukan sebagaimana orang luar, sehingga dia berhak mendapat upah standar andaikan dia orang lain, jika dia melakukan pekerjaan itu (membantu orang tuanya) bukan karena suke rela.

Sumber: http://www.saad-alkthlan.com/text-4


Artikel asli: https://pengusahamuslim.com/3337-memberikan-hibah-yang-1802.html